Perjuangan pengembalian Irian Barat
melalui upaya diplomasi, baik melalui forum PBB maupun melalui perundingan
langsung dengan Belanda, telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Meskipun demikian,
upaya itu belum menampakkan hasilnya, bahkan Belanda berusaha membentuk Negara
Papua. Sikap pemerintah Belanda tersebut merupakan pukulan langsung terhadap
kedaulatan RI. Pemerintah Indonesia beranggapan sudah cukup sabar terhadap
Belanda selama sebelas tahun dalam persoalan Irian. Pemerintah RI menganggap
sudah tiba saatnya untuk menempuh cara drastis, yakni mengguankan kukatan
militer.
Untuk melaksanakan tekad itu,
pemerintah Indonesia mempersiapkan kukatan militer. Pemerintah Republik
Indonesia segara melakukan pembelian senjata ke luar negeri, terutama ke Negara
Uni Soviet karena bangsa Barat cenderung mendukung Belanda. Selain itu,
diadakan kunjungan ke luar negeri yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan
negara tersebut membantu Belanda atau tidak apabila terjadi perang.
Negara-negara yang dikunjungi antara lain India, Muangthai, Pakistan, Filipina,
Australia, Selandia Baru, Jerman, Prancis, dan Inggris. Ternyata, semua Negara
yang dikunjungi menyatakan netral.
Menghadapi sikap Indonesia tersebut,
Belanda melakukan protes kepada PBB. Kemudian Belanda mengirim bantuan militer
dan perlengkapan perangnya ke Irian Barat, diantaranya kapal induk Karel Doorman. Untuk lebih meningkatkan
perjuangan pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mencanangkan Tri
Komando Rakya (Trikora) di Yogyakarta yang isinya sebagai berikut.
a. Gagalkan
pembentukan Negara Papua buatan Belanda
b. Kibarkan
sang Merah Putih di seluruh Irian Barat
c. Bersiap
untuk mobilisasi umum
Selanjutnya, pemerintah Indonesia
segera membentuk Provinsi Irian Barat yang baru dengan ibu kota di Koyabaru
(Jayapura) dan putra Irian sebagai gubernurnya. Pada tanggal 2 Januari 1962,
Presiden Soekarno membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat yang
dipimpin oleh Brigadir Jendral Soeharto dengan markas besarnya di Makassar
(Ujungpandang). Pada tanggal 13 Januari 1962, Brigadir Jendral Soeharto
dilantik dan dinaikkan pangkatnya menjadi mayor jendral. Pada bulan yang sama,
ditetapkan susunan Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat sebagai berikut.
a. Panglima
Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat :
Presiden / Panglima Tertinggi Soekarno
b. Wakil
Panglima Besar :
Jendral A. H. Nasution
c. Kepala
Staf :
Mayor Jendral Ahmad Yani
Adapun susunan Komandi Mandala
Pembebasan Irian Barat adalah sebagai berikut.
a. Panglima
Mandala : Mayor Jendral
Soeharto
b. Wakil
Panglima I : Kolonel
Laut Subono
c. Wakil
Panglima II : Kolonel
Udara Leo Wattimena
d. Kepala
Staf Umum : Kolonel
Achmad Tahir
Sementara itu, pada tanggal 15
Januari 1962 telah terjadi pertempuran di Laut Aru. Motor Torpedo Boat (MTB)
ALRI melawan kapal prusak dan fregat (kapal
perang) Belanda. Pertempuran tersebut tidak seimbang dan menyebabkan gugurnya Komodor Yosafat
Sudarso (Yos Sudarso), Deputi Kepala Staf Angkatan Laut RI dengan KRI Macan Tutul-nya.
Operasi pembebasan Irian Barat
didasarkan atas Instruksi Panglima Mandala yang isinya sebagai berikut.
a. Merencanakan,
mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi-operasi militer dengan tujuan
mengembalikan wilayah provinsi Irian ke dalam kekuasaan Negara RI
b. Mengembangkan
situasi di wilayah Provinsi Irian
1) Sesuai
dengan taraf perjuangan di bidang diplomasi
2) Mengupayakan
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya di wilayah Provinsi Irian secara de facto diciptakan daerah-daerah bebas
atau diduduki unsur-unsur kekuasaan pemerintah daerah RI
Panglima Komando Mandala yang telah
ditunjuk oleh presiden menyusun rencana strategis dengan tahap-tahap sebagai
berikut.
a. Tahap infiltrasi (sampai akhir tahun 1952)
Dengan inflitasi memasukkan 10 kompi ke sekitar sasaran
tertentu untuk menciptakan daerah bebas de
facto yang cukup ulet, sehingga tidak dapat dihancurkan secara bagian demi
bagian oleh musuh
b. Tahap eksploitasi (awal tahun 1963)
Mulai tahap eksploitasi dengan mengadakan serangan
terbuka terhadap induk militer lawan dan menduduki semua pos-pos pertahanan
musuh yang penting
c. Tahap konsolidasi (awal tahun 1964)
Pada tahap konsodilasi ini, Komando Mandala berusaha
medudukkan kekuasaan RI secara mutlak di seluruh Irian. Akan tetapi, sampai
pada triwulan ketiga tahun 1962, penyelesaian tugas tersebut harus dipercepat
enam bulan dengan membatalkan tahap kedua karena pada tanggal 18 Agustus 1962,
telah dikeluarkan perintah penghentian tembak-menembak oleh Presidenn /
Panglima Besar Komando Tertingg Pembebasan Irian Barat.
Perintah presiden tersebut dikeluarkan setalah adanya
persetujuan antara pemerintah RI dan Kerajaan Belanda mengenai masalah Irian di
Markas Besar PBB, New York, yang ditandatangani [ada tangga; 15 Agustus 1962.
Berhasilnya Tri Komando Rakyat itu berkat kerja sama antara cara militer dan
diplomasi. Diplomasi tanpa dukungan kekuatan miloter akan sia-sia seperti yang
telah dialami sebelum masa Trikora. Pihak Belanda bersedia menerima usul Bunker
hanya setelah pasukan Indonesia berhasil melakukan infiltrasi dari laut dan
udara dalam tahap pertama operasi.
Perjanjian antara Indonesia dan
Belanda yang ditandatangai pada tanggal 15 Agustus 1962 di New York itu
mengandung isi pokok sebagai berikut.
a. Belanda
akan menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia melalui Badan Pemerintah PBB yang
disebut United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA). Penyerahan itu
paling lambat tanggal 1 Mei 1963
b. Indonesia
berkewajiban mengadakan penentuan pendapat rakyat, (pepera), di Irian Barat
sebelum akhir tahun 1963
Setelah ditandatanginya Persetujuan
New York, sejak tanggal 18 Agustus 1962, diadakan gencaran senjata antara
Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 1 Oktober 1962 Irian Barat diserahkan
oleh Belanda kepada UNTEA. Pada awal tahun 1953, hubungan diplomatic Indonesia
dan Belanda dipulihkan dan tepat pada tanggal 1 Mei 1963, PBB menyerahkan Irian
Barat kepada pemerintah Republik Indonesia. Dengan penyerahan itu, selesailah
tugas Komando Mandala dan pada hari itu juga secara resmi Komando Mandala
dibubarkan oleh Presiden Soekarno.
Untuk memenuhi Persetujuan New York
pada tanggal 16 Juli 1969, diadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Irian
Barat. Hasilnya ternyata rakyat Irian Barat tetap ingin bergabung dengan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan demikian, wilayah NKRI seperti yang
dimaksud oleh Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 telah dapat diwujudkan.
No comments:
Post a Comment