Pertanyaan:
Apa hukumnya berkunjung ke
tempat-tempat wisata yang merupakan tempat ibadah orang kafir seperti Candi
Borobudur dan semisalnya?
Dijawab oleh Al-Ustadz Abu Abdillah
Muhammad Al-Makassari:
Alhamdulillah, ini adalah perbuatan
yang di dalamnya terdapat perkara-perkara yang bertentangan dengan syariat
Islam, diantaranya :
1. Bertentangan
dengan firman Allah:
“Dan barangsiapa memuliakan syiar-syiar
Allah maka sesungguhnya itu termasuk ketaqwaan hati kepada Allah.” (QS.
Al-Hajj: 32)
2. Bertentangan
dengan firman Allah:
“Dan barangsiapa memuliakan perkara-perkara
yang memiliki kehormatan di sisi Allah maka hal itu lebih baik baginya di sisi
Rabb-nya. ” (QS. Al-Hajj: 30)
Allah memerintahkan dan mengagungkan
syiar-syiar Islam sebagai bentuk ketaqwaan kepada Allah, dan hal itu lebih baik
bagi kita di sisi Alloh.
Sedangkan tempat-tempat itu merupakan
syiar-syiar kekufuran dan kesyirikan yang diagungkan dan dimuliakan oleh
orang-orang kafir sebagai tandingan terhadap syiar-syiar Islam. Maka apakah
pantas bagi seorang Muslim yang beriman dan bertaqwa untuk mengagumi dan
mengunjunginya?
3. Bertentangan
sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam,
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia
termasuk golongan mereka.” [HR. Ahmad, dihasankan Ibnu Taimiyyah, Ibnu Hajar,
dan Syaikh Al-Albani sebagaimana dalam Jilbabul Mar’ah Al-Muslimah, hal.
203-204, dan juga oleh Syaikhuna Al-Wadi’i]
Karena tempat-tempat tersebut merupakan
tempat perayaan atau ‘ied bagi kaum musyrikin, sebagaimana diterangkan oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah: “Bahwa setiap tempat yang dimaksudkan untuk
berkumpul padanya dan beribadah ataupun selain ibadah maka itu dinamakan ‘ied atau
perayaan.” [Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim, hal.300]
Jadi mengunjungi tempat-tempat tersebut
menyerupai perayaan atau ‘ied mereka, apalagi bila waktu berkunjung tersebut
bertepatan dengan waktu ‘ied atau perayaan mereka.
4. Bertentangan
dengan firman Allah:
“Dan mereka hamba-hamba Allah yang beriman
tidak menyaksikan/menghadiri perkara yang mungkar.” (QS. Al-Furqan: 72)
Jadi menghadiri/menyaksikan perkara yang
mungkar bukanlah merupakan sifat orang-orang yang beriman, sementara di
tempat-tempat itu terdapat berbagai macam kemungkaran.
Kalaulah tidak ada kemungkaran lain selain
bahwa itu adalah tempat kesyirikan maka itu sudah cukup untuk menghalangi hamba
Allah yang beriman dan bertaqwa untuk mengunjungi tempat tersebut.
5. Bertentangan
dengan ayat-ayat dan hadits-hadits yang memerintahkan untuk beramar ma’ruf nahi
munkar. Paling tidak dengan pengingkaran dalam hati.
Adapun mengagumi dan mengunjungi
tempat-tempat tersebut merupakan satu bentuk keridhaan seseorang terhadapnya
dan semakin mengokohkan keberadaan tempat-tempat tersebut sehingga menjatuhkan
dia dalam perbuatan mudahanah, yaitu bermuka manis terhadap kemungkaran,
sedangkan Allah berfirman,
“Mereka kaum musyrikin berharap jika
seandainya kamu (wahai Muhammad) bermudahanah terhadap mereka, maka mereka pun
akan melakukan hal yang sama.” (QS. Al-Qalam: 9)
Jadi Alloh mengingatkan khalil-Nya
(kekasih-Nya) yang juga merupakan peringatan terhadap seluruh umat ini untuk
tidak bermuka manis terhadap kaum musyrikin. Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di
berkata dalam Taisir Al-Karimir Rahman ketika menafsirkan ayat ini yaitu: “Kamu
setuju dengan sebagian kemungkaran yang ada pada mereka, baik dengan ucapan,
atau perbuatan, atau dengan cara diam terhadap perkara yang semestinya
diingkari.”
Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment