Usaha
membebaskan Irian Barat melalui uoaya diplomas telah dimulai sejak cabinet
pertama pada masa demokrasi liberal tahun 1950. Upaya perjuangan ini secara
terus-menerus telah dijadikan progam oleh setiap kabinet. Namun demikian, usaha
itu selalu mengalami kegagalan akibat sikap Belanda yang keras kepala ingin
tetap menguasai wilayah Irian Barat. Bahkan, pada bulan Agustus 1952,
pemerintah Belanda dengan persetujuan parlemennya secara sepihak memasukkan
Irian Barat ke wilayah kerajaan Belanda. Pihak Indonesia membalas tindakan
Belanda itu pada bulan April 1953 dengan menghapuskan misi militer Belanda.
Usaha
diplomasi secara bilateral antara Indonesia dan Belanda mengenai masalah Irian
Barat tidak berhasil sehingga perjuangan ditingkatkan ke forum internasional.
Kabinet Ali Sastroamijoyo I membawakan masalah Irian Barat ke forum Perserikatan
Bangsa-Bangsa. Pada tahun 1954, masalah Irian Barat dibicarakan dalam Sidang
Umum PBB. Pada tahun 1955 di dalam Konferensi Asia Afrika, masalah Irian Barat
dimasukkan pula dalam agenda konferensi dan mendapat dukungan penuh dari
negara-negara peserta. Sikap Belanda yang selalu mengulur waktu menyebabkan
timbulnya keinginan dari pihak Indonesia untuk membatalkan hasil Konferensi
Meja Bundar (KMB). Rencana itu disahkan DPR hasil pemilu 1955 menjadi
undang-undang pada tanggal 21 April 1956.
Perjuangan
membebaskan Irian Barat makin ditingkatkan lewat PBB. Namun, baik dalam
persidangan tahun 1956 maupun tahun 1957, resolusi tentang masalah Irian Barat
selalu ditolak oleh PBB. Pada tahun 1961, masalah Irian Barat kembali
diperdebatkan di PBB. Oleh karena itu, Sekretaris Jendral PBB U Thant mendukung
pendapat Ellsworth Bunker, salah seorang diploma Amerika Serikat, yang
mengajukan usul perdamaian kepada kedua belah pihak yang bersengketa. Bunker
mengusulkan pihak Belanda menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia melalui PBB
dalam jangka waktu dua tahun. Indonesia menyetujui usul tersebut, tetapi
meminta agar waktunya diperpendek. Sebaliknya, Belanda hanya mau melepaskan
Irian Barat dengan membentuk Negara baru yang disebut Papua. Dengan demikian,
perjuangan diplomasi di forum PBB dan perundingan bilateral dengan Belanda
belum berhasil.
No comments:
Post a Comment